Kebebasan Eksistensial dan Kebebasan Sosial
Kebebasan
Eksistensial dan Kebebasan Sosial
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam KBBI bebas adalah lepas, samasekali (tidak terhalang, terganggu, dsb sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat, dsb dengan leluasa). Dalam filsafat pengertian kebebasan adalah kemampuan manusia untuk menentukan dirinya sendiri. Kebebasan lebih bermakna positif, dan ia ada sebagai konsekuensi dari adanya potensi manusia untuk dapat berpikir dan berkehendak. Sudah menjadi kodrat manusia untuk menjadi mahluk yang memiliki kebebasan, bebas untuk berpikir, berkehandak, dan berbuat.
Lebih jauh, Kamus John Kersey mengartikan bahwa ‘kebebasan’ adalah sebagai ‘kemerdekaan, meninggalkan atau bebas meninggalkan.’ Artinya, semua orang bebas untuk tidak melakukan atau melakukan suatu hal. Pengertian yang lebih banyak memiliki unsur-unsur hukum bisa dilihat dari definisi ‘kebebasan’ dari Kamus Hukum Black. Menurut Black, ‘kebebasan’ diartikan sebagai sebuah kemerdekaan dari semua bentuk-bentuk larangan kecuali larangan yang telah diatur didalam undang-undang.
Apabila mendengar kata kebebasan, yang pertama kita fikirkan adalah bahwa orang lain tidak memaksa kita untuk melakukan sesuatu melawan kehendak kita. Tetapi kata bebas masih memiliki arti yang lebih mendasar, yaitu bahwa kita mampu untuk menentukan sendiri apa yang mau kita lakukan.
Kondisi masyarakat dunia dan Indonesia setiap individunya tidaklah memiliki kebebasan mutlak, kebebasan dibatasi secara wajar oleh aturan. Aturan itu sendiri merupakan konsensus bersama untuk menghormati kebebasan satusama lain yang bersepakat untuk membuat peraturan yang ditujukan untuk kebaikan bersama.
Moralitas masyarakat kini dipengaruhi oleh kondisi globalisasi ekonomi, social, politik dan budaya yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi manusia dalam menentukan refleksi diri atas kebebasannya. Peraturan yang merupakan bagian dari pengatur kebebasan individu, kini seringkali tidak mampu menjangkau problem moral, dan hukum.
Sebagai makhluk sosial yang memiliki kebebasan sosial dan hidup bersama dalam dunia sosial yang terbatas, sudah jelas bahwa manusia harus menerima bahwa masyarakat membatasi kesewenangannya. Jadi kebebasan sosial kita terbatas dengan sendirinya. Namun perlu diketahui juga bahwa masyarakat tidak boleh mengadakan pembatasan yang sewenang-wenang dengan motif sebagai usaha untuk menjamin kebebasan dan hak serta kepentingan wajar seluruh warga masyarakat dan harus normatif. Suatu pembatasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, tidak dapat dibenarkan.
1.2 Tujuan Penulisan
1) Guna mengetahui kewajiban yang mengandaikan kebebasan,
2) Guna mengetahui apa arti dari kebebasan,
3) Guna mengetahui apa itu kebebasan eksistensial dan
4) Guna mengetahui apa itu kebebasan sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kewajiban Mengandaikan Kebebasan
Adanya peraturan-peraturan hanya masuk akal karena manusia memiliki kebebasan. Manusia bebas untuk menaati suara hatinya atau tidak. Dan dalam kebebasan itu hanya manusia itu menyadari bahwa hanya ia yang akan bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut. Karena manusia memiliki kebebasan, maka manusia juga dapat dibebani dengan kewajiban moral.
Kebebasan moral dapat menimbulkan masalah dan menjadi beban moral, saat seseorang tidak melaksanakan tanggungjawab dan kewajibannya. Setiap memiliki peran, status, posisi sebagai manusia yang hidup dengan manusia lain, maka ia memiliki tanggung jawab. Seorang ibu dan ayah mempunyai tanggung jawab moral untuk membesarkan, mengasihi dan memelihara anaknya. Pada titik ini kebebasan bukan dibatasi oleh kondisi atau situasi, namun pikiran dan suara hati yang menuntun manusia melaksanakannya kewajibannya. Bisa saja seorang bapak menggabaikan tanggung jawabnya dengan menelantarkan anaknya, sebagai bapak tentu ia akan memiliki beban moral, dan apabila sudah ada hukum yang mengatur hal tersebut bapak ini menghadapi masalah hukum. Seringkali beban moral menyebabkan problem moral yang dalam pada individu sehingga menimbulkan stress dan penyakit, tak jarang problem moral juga berlaku kolektif dan menjadi problem moralitas.
Kebebasan moral adalah ciri hakikat hidup menjadi manusia, khususnya manusia normal dalam arti manusia tersebut tidak mempunyai hambatan fisik dan psikis misalnya mental retarded dan atau dalam kondisi stroke. Ciri manusia dengan kebebasan moral merupakan implementasi dari kemampuan manusia mengekspresikan dirinya dalam berbagai tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan secara sadar dan terkait atau tidak terkait dengan manusia lain. Di dalam filsafat tindakan disebut tindakan moral, tindakan yang berimplikasi terhadap manusia lain atau dirinya sendiri
Sebagai makhluk yang berakal budi, manusia mempunyai pengertian. Pengertian itu berarti ia memahami alternatif-alternatif untuk bertindak, itulah sebabnya manusia tersebut bebas. Kata bebas mempunyai arti yang lebih mendasar, yaitu bahwa kita mampu untuk menentukan diri sendiri, tindakan kita sendiri. Hanya karena kita mempunyai kemampuan itu, kebebasan yang kita terima dari masyarakat begitu kita hargai.
Kebebasan mempunyai dua arti yaitu kebebasan sosial yaitu kebebasan yang kita terima dari orang lain. Kebebasan eksistensial yaitu kemampuan kita untuk menentukan tindakan kita sendiri.
2.2 Kebebasan Eksistensial
Kebebasan eksistensil adalah kebebasan terberi pada manusia sehingga dapat menggerakkan dirinya secara fisik dan psikis untuk mencapai apa yang dikehendakinya. J.Paul Satre manusia bebas tak terbatas, sebab ia ditakdirkan bebas. Termasuk ketika manusia dibatasi, tindakan mengatasi pembatasan adalah suatu bentuk kebebasan eksistensial.
Kebebasan eksistensil bersifat universal. Siapapun manusia di seluruh dunia, apapun latar belakang pendidikannya, apapun rasnya memiliki kebebasan eksistensil, kebebasan membuat keputusan dan bertindak secara sadar. Kebebasan eksistensil tidak dapat dinyatakan sebagai suatu yang kongkrit apabila belum dipraktikkan oleh manusia dalam bentuk action. Ketika sudah dipraktek maka kebebasan eksistensi menjadi tindakan moral. Tindakan moral merupakan exercise paling tepat dari kemampuan pengolahan dorongan suara hati dengan akal pikiran rasional terhadap kondisi dan situasi yang dialami. Pengenalan dan pengertian tentang kebebasan membuat manusia dapat dapat menemukan hakikat dirinya. Apabila terjadi persoalan etika, yang disebabkan perbenturan dengan kebebasan orang lain sebuah analisa pikiran dan suara hati akan melahirkan jawaban dan keputusan untuk berprilaku (action) yang tepat dan benar.
Kebebasan yang menyeluruh yang menyangkut seluruh pribadi manusia dan tidak terbatas pada salah satu aspek saja. Kebebasan ekstensial adalah kebebasan tertinggi. Kebebasan ekstensial adalah konteks etis. Kebebasan ini terutama merupakan suatu ideal atau cita-cita yang bisa memberi arah dan makna kepada kehidupan manusia.
Orang yang bebas secara eksistensial seolah-olah “memiliki dirinya sendiri.” Ia mencapai taraf otonomi, kedewasaan, otentisitas dan kematangan rohani. Ia lepas dari segala alienasi atau keterasingan, yakni keadaan di mana manusia terasing dari dirinya dan justru tidak “memiliki” dirinya sendiri. Kebebasan ini selalu patut dikejar, tapi jarang akan terealisasi sepenuhnya.
Kemampuan untuk menentukan diri sendiri yang dimiliki tiap-tiap manusia ini disebut kebebasan eksistensial. Bertindak begini atau begitu secara sengaja adalah wujud positif dari kesanggupan kita dalam menentukan tindakan kita sendiri, ia adalah wujud dari kebebasan. Dalam hal ini sebuah kegiatan manusia menjadikan kesengajaan, maksud dan tujuan tertentu, serta kesadaran bahwa tergantung pada kitalah apakah kegiatan itu kita lakukan atau tidak sebagai syarat-syarat disebut tindakan.
Dari sini dapat kita ketahui bahwa tidak semua kegiatan manusia adalah tindakan. Denyut jantung, mata yang berkedip, pernafasan bukanlah merupakan tindakan, karena berjalan tanpa disengaja, tanpa kesadaran apakah kegiatan itu kita lakukan atau tidak.
A. Arti kebebasan eksistensial
Kebebasan eksistensial hakekatnya adalah kemampuan manusia untuk menentukan dirinya sendiri. Artinya kebebasan itu tidak menekankan segi bebas dari apa, melainkan bebas untuk apa.
Kebebasan eksistensial pada hakikatnya terdiri dalam kemampuan manusia untuk menentukan dirinya sendiri.Sifatnya positif. Artinya itu tidak menekankan segi bebas dari apa, melainkan bebas untuk apa. Kita sanggup untuk menentukan tindakan kita sendiri. Kebebasan itu mendapat wujudnya yang positif dalam tindakan kita yang disengaja.
Tidak setiap kegiatan manusia merupakan tindakan. Dentuman jantung dan pernafasan bukanlah tindakan karena berjalan tanpa disengaja. Tindakan adalah kegiatan yang disengaja. Tindakan dilakukan dengan maksud dan tujuan tertentu, dengan kesadaran bahwa tergantung pada kitalah apakah kegiatan itu kita lakukan atau tidak
Binatang tidak dapat bertindak. Hewan dapat saja berbuat ini dan itu tetapi selalu didorong dan berdasarkan desakan naluri, perangsang, kebia- saan-kebiasaan yang telah berdarah daging padanya. Berhadapan dengan sepotong tulang ayam anjing tidak akan berfikir dulu apa mau dimakan langsung atau lebih baik kalau ia mencari dua potong lagi supaya nantinya mempunyai tiga.Lain halnya manusia. Meskipun ia lapar dan ada daging ayam di meja, tetapi ia selalu akan berfikir dulu apakah tepat kalau daging itu dimakannya sekarang.Ia juga dapat menundanya atau malah berpuasa. Terhadap nalurinya sendiri manusia masih dapat mengambil sikapnya sen diri.Itu yang dimaksud dengan mengatakan bahwa manusia mampu untuk menentukan sikap dan tindakannya sendiri.
B. Kebebasan jasmani dan rohani
Antara kebebasan jasmani dan rohani memiliki hubungan yang sangat erat. Dapat dikatakan bahwa tindakan adalah suatu kehendak yang menjelma dan menjadi nyata. Dan kehendak adalah permulaan tindakan. Menghendaki gerakan tubuh berarti melaksanakannya.
Manusia dapat menentukan apa yang mau dilakukannya secara fisik, Ia dapat menggerakan anggota tubuhnya sesuai dengan kehendaknya, tentu dalam batas kodratnya sebagai manusia.
Kebebasan rohani adalah kemampuan kita untuk menentukan sendiri apa yang kita pikirkan, untuk menghendaki sesuatu, untuk bertindak secara terencana. Kebebasan rohani bersumber pada akal budi kita. Karena akal budi itu, fikiran kita melampaui keterbatasan fisik kita. Dalam roh kita bebas untuk mengembara, Maka manusia dapat selalu memasang tujuan-tujuan baru, mencari jalan-jalan baru dan mempersoal kan yang lama secara kritis. Kebebasan rohani manusia adalah seluas jang kauan fikiran dan bayangan manusia.
Apa yang persis ditentukan oleh manusia? Kebebasan bagi manusia pertama-tama berarti, bahwa ia dapat menentukan apa yang mau dilaku kannya secara fisik. Ia dapat menggerakkan anggota tubuhnya sesuai dengan kehendaknya, tentu dalam batas-batas kodratnya sebagai manu kemampuan untuk menggerakkan memang tidak tak terbatas yang abstrak, melainkan konkret, sesuai dengan sifat kemanusiaannya. Meskipun ia menggerakkan tangannya ke atas dan ke bawah dengan kecepatan tinggi, ia tetap tidak akan bisa terbang seperti burung. Dan berbeda dengan kerbau ia tidak mampu untuk menarik bajak di sawah. Keterbatasan itu jangan kita anggap sebagai pengekangan kebebasan kita, melainkan sebagai wujud khas kebebasan kita sebagai manusia
Yang memang mengekang kebebasan kita adalah paksaan. Karena tubuh kita berada di bawah hukum hukum alam, kebebasan untuk meng gerakkan tubuh kita dapat dikurangi atau dihilangkan oleh fisik yang lebih kuat. Itu yang kita sebut paksaan. Paksaan berarti bahwa orang lain memakai kekuatan fisik yang lebih besar daripada kekuatan kita untu menaklukkan kita. Kita dicegah dari berbuat apa yang kita kehendaki, misalnya karena tangan kita diborgol, dan kita dapat juga dibawa ke yang tidak kita kehendaki. Paksaan berarti bahwa kejasmanian kita diper gunakan untuk membuat kita melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang tidak kita kehendaki.
Adanya paksaan juga menunjukkan bahwa kebebasan fisik kita bukan sekedar kemampuan jasmani saja, melainkan berakar dalam kehendak kita. Binatang juga menggerakkan tubuhnya sendiri. Yang membedakan kita dari binatang ialah bahwa binatang bergerak menurut dorongan-dorongan instingtualnya, sedangkan manusia sesuai dengan apa yang dikehendaki dalam fikirannya. Dengan kata lain, kebebasan jasmani bersumber pada kebebasan rohani.
Apakah kebebasan rohani dapat dilanggar oleh orang lain? Secara langsung hal itu tidak mungkin. Orang tidak dapat dipaksa untuk memikirkan atau menghendaki sesuatu. Batin kita adalah kerajaan kita. Kita barangkali dapat ditekan, dibujuk atau diancam untuk melakukan sesuatu. Tetapi apa yang kita fikirkan sebenarnya tidak dapat diketahui. Kemunafikan adalah salah satu cara untuk menghindari dari tekanan. Begitu pula tidak mungkin kita dipaksa atau ditekan untuk mencintai seseorang untuk mempercayai sesuatu (itulah sebabnya paksaan dalam hal agama tidak masuk akal).
Tetapi secara tidak langsung kebebasan berfikir kita dapat dipengaruhi dari luar, bahkan dapat dikacaukan dan ditiadakan. Misalnya, kalau informasi-informasi politik yang kita peroleh, semuanya disaring secara sistematik demi kepentingan tertentu, kita akan mendapat gambaran yang kurang tepat tentang keadaan yang sebenarnya dan dengan demikian juga memberikan penilaian yang tidak tepat. Dengan demikian kita dapat dimanipulasi. Tetapi ada cara-cara yang lebih buruk. Orang yang secara emosional terganggu lama kelamaan tidak dapat berfikir dengan jelas, atau siksaan fisik dapat membuat kita tidak berdaya. Orang yang ditahan dalam isolasi dan tidak diizinkan tidur lama-kelamaan kehilangan segala dapat sampai meragukan apakah "dua tambah dua" betul betul hipotesis dan berbagai obat bius dapat membuat kita kehilangan perasaan tentang realitas. Dengan semua cara ini kekuasaan seseorang atas fikiran dan kehendaknya dapat diganggu atau bahkan di hancurkan.
Di sini kita harus membedakan antara kehendak dan kemauan di satu pihak (maksud dua kata itu sama) dan keinginan di lain pihak. Keinginan termasuk laci yang sama dengan lamunan dan khayalan. Kita menginginkan banyak, tetapi suatu keinginan tidak berbobot. Kita ingin bekerja keras, ingin sukses, ingin menjadi kaya dan sebagainya, tetapi belum tentu kita mampu untuk berbuat sesuatu agar keinginan-keinginan itu betul-betul terlaksana. Menginginkan menjadi orang baik itu murah. Keinginan tidak mewajibkan kita untuk melakukan sesuatu dan oleh karena itu juga tidak sangat berbobot. Lain halnya kemauan. Apabila kita mau bekerja keras, tak ada lain daripada memang bekerja dengan keras. Banyak orang ingin menjadi orang rajin, tetapi hanya sedikit yang betul-betul menghendakinya, karena hal itu akan berarti bahwa mereka harus sungguh-sungguh mulai belajar. kita ingin bisa terbang seperti burung elang, tetapi tidak mungkin hal itu kita kehendaki, karena tidak mungkin kita menghendaki sesuatu yang mustahil. Tidak mungkin kita menghendaki sesuatu yang secara fisik tidak mungkin.
C. Makna kebebasan eksistensial
Jadi kebebasan eksistensial adalah kemampuan manusia untuk menentukan tindakannya sendiri. Kemampuan itu bersumber pada kemampuan manusia untuk berfikir dan berkehendak dan terwujud dalam tindakan, tindakan untuk menentukan diri sendiri. Makna kebebasan adalah tanda dan ungkapan martabat manusia. Karena kebebasan manusia adalah makhluk yang otonom, yang menentukan dan mengambil sikapnya sendiri. Kebebasan adalah mahkota martabat kita sebagai manusia.
Artinya kebebasan ekstensial berakar pada kemampuan penguasaan manusia terhadap fikiran, kehendaknya, terhadap batinnya yang kemudian akan diwujudkan dalam dimensi lahiriah. Kemampuan ini disebut sebagai kebebasan Rohani. Sedangkan kemampuan manusia untuk menggerakkan tubuhnya sesuai dengan kehendaknya, dan tentunya masih dalam batas-batas kodratnya sebagai manusia disebut kebebasan jasmani.
2.3 Kebebasan Sosial
Kebebasan sosial dapat diartikan bahwa suatu keadaan dimana manusia tidak berada dipihak paksaan atau intervensi-intervensi asing. Kebebasan sosial mengandaikan bahwa manusia yang masing-masing memiliki kebebasan eksistensialnya akan bertemu dalam konteks kepentingan hubungan sosial yang berbeda.
Kebebasan manusia tidak tak terbatas. Namun bisa terbatas atau dibatasi oleh kondisi. Seorang tidak dapat bebas berekspresi disebabkan kondisi tinggal di Negara dengan sistem otoriter, Secara individu orang tersebut tetap memiliki kebebasan eksistensil, namun untuk mewujudkan keinginan berorganisasi ataupun mengeluarkan pendapat tidak dapat dilaksanakan. Ini tentu berbeda dengan pembatasan perilaku yang dibuat secara bersama-sama untuk kebutuhan dan kebaikan bersama yaitu melalui peraturan perundangan, peraturan adat dan ajaran agama yang merupakan ekspresi kebebasan sosial.
Tindakan etis/moral manusia merupakan pengejawantahan kebebasan sejati. Kebebasan yang terberi, kebebas moral universal. Kebebasan yang merupakan kemampuan manusia menerima perintah suara hati nurani dan mengejawantahkannya setelah melalui pergulatan dan analisa rasional dan bentukan kondisional. Kebebasan moral selalu harus bernegosiasi dengan kebebasan social. Kebebasan social merupakan suatu ekspresi bersama didalam menjaga dan melindungi kebebasan masing-masing individu.
Dalam kenyataan hidup manusia, terkhusus mengenai kebebasan manusia, kita dapat melihat realita bahwa kebebasan sosial manusia itu sungguh dibatasi oleh masyarakat. Contohnya seperti orang tua, guru, rektor seminari, magister, atasan, negara, atau pihak lain yang biasanya mau menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh kita.
Secara hakiki, kebebasan sosial itu sifatnya terbatas. Manusia adalah makhluk sosial yang berarti harus hidup bersama dengan manusia lainnya di dalam ruang dan waktu yang sama. Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia saling membutuhkan satu sama lain, dan di sisi lain mereka juga saling bersaing karena alam tempat manusia mencari kebutuhan hidup sifatnya terbatas.
Manusia harus menyesuaikan perilaku dan harus memperhatikan sesamanya sesuai dengan keberadaan orang lain tersebut. Kita tidak dapat memaksakan perilaku kita dan keinginan kita secara egois, karena hal tersebut akan menyebabkan saling bertabraknya kepentingan satu sama lain.
Jadi, sudah jelas bahwa dengan sendirinya kebebasan manusia itu terbatas karena manusia hidup dalam dunia yang terbatas. Oleh karena itu, masyarakat membatasi kesewenangan seseorang agar ia tidak bertindak yang merugikan kehidupan bersama. Tetapi pembatasan itu harus dapat dipertanggung jawabkan, dan tidak berarti bahwa segala macam pembatasan kebebasan itu dapat dibenarkan.
A. Penentuan Lebih Terperinci
Kebebasan biasanya kita hayati dalam hubungan dengan orang lain. Kebebasan dalam arti kemampuan untuk menentukan diri kita sendiri sedemikian kita andaikan hingga tidak banyak kita fikirkan. Yang menjadi keprihatinan adalah membela kebebasan kita terhadap usaha orang lain untuk menggerogotinya. Maka dalam bahasa sehari-hari kebebasan dipahami sebagai realitas negatif. Manusia itu bebas apabila kemungkinan-kemungkinannya untuk bertindak tidak dibatasi orang lain. Karena kebebasan itu secara hakiki dihayati dalam hubungan dengan orang lain, saya akan menyebutnya kebebasan sosial.
B. Tiga Macam Kebebasan Sosial
Kebebasan sosial manusia ada 3 macam:
1. Kebebasan jasmani, apabila kita tidak berada di bawah paksaan. Yaitu orang lain menggunakan kekuatan fisik untuk membuat kita tidak berdaya.
2. Kebebasan rohani, apabila kita terbebas dari tekanan psikis. Kebebasan rohani tidak dapat dibatasi secara langsung tetapi karena batin kita terjalin erat dan terungkap dalam kejasmanian kita. Maka manipulasi dari luar kebebasan rohani kita dapat saja menanipulasi dan membatasi kemampuan kita untuk menentukan gerakan tubuh sebagai ungkapan kehendaknya yang bebas
3. Kebebasan normatif, apabila kita bebas dari kewajiban dan larangan. Manusia juga memiliki pembatasan lain yaitu perintah (pewajiban) dan larangan yang apabila kita bebas dari itu disebut kebebasan normatif.
BAB III
PENUTUP
Pada saat ini diberbagai belahan dunia, para pihak berwenang mengatur kebebasan manusia (Kepala Negara, Aparatur, organisasinya PBB dll) justru tidak melakukan tanggungjawab menjaga dan mengatur moralitas malahan melakukan tindakan immoral (perang, invasi, eksploitasi dsb). Contoh tersebut menunjukkan bahwa kebebasan berkehendak manusia bisa bertingkat dan bergradasi, bagi seorang dengan posisi tinggi, misalnya Kepala Negara maka kehendak untuk mengimplementasikan kebebasan lebih luas, dan seringkali melampaui kebebasan social yang bersifat universal. Walaupun kebebasan manusia berkehendak sebebas-bebasnya tidak dapat tidak dapat diimplementasikan karena mahluk sosial. Sederhana, setiap manusia kebebasan eksistensil maka manusia yang satu dengan yang lain akan berhadapan untuk menghormati masing-masing kebebasan yang dimilikinya. Implementasi kebebasan itulah yang menjadi ciri dan hakikat manusia yang menjalankan etika dan bermoral.
DAFTAR PUSTAKA
Machmud, I., & Rumate, A. F. (2017). Kebebasan. Etika dan Perilaku, 9-12.
Magnis, F. (1987). Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius Yogyakarta.
Teguh. (2017, November 19). Kebebasan dan Tanggung Jawab. Retrieved from http://teguh-s--fpsi10.web.unair.ac.id/artikel_detail-71045-Umum-Kebebasan%20dan%20Tanggung%20Jawab.html
Unknown. (2017, November 17). Etika Moral dan Kebebasan. Retrieved from https://wartafeminis.com/2013/04/10/etika-moral-dan-kebebasan/
Untar. (2017, November 18). Etika Dasar. Retrieved from http://untar-dkv-ep-elaine-625120079.blogspot.co.id/
Komentar
Posting Komentar