Kapita Selekta PPKn Essay Politik Kewarganegaraan: Paradigma Baru Gerakan Rakyat

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Gerakan Rakyat (people movements, grass-roots movement) tak dapat dilepaskan dari kaitan-kaitan historis dan struktural suatu masyarakat. Pola-pola serta bentuk-bentuk yang dipakai oleh suatu gerakan rakyat akan ditentukan oleh tingkat pembentukan sosial (social formation) yang terjadi pada rentang sejarah tertentu, di samping ketersediaan dan keberadaan agen-agen yang menjadi motor penggeraknya. 

Sebuah gerakan rakyat akan dipengaruhi pula oleh ideologi-ideologi yang menjadi dasar normatifnya sehingga memunculkan bentuk atau penampilan tertentu. Misalnya millenarian memiliki landasan kosmologi politik yang berbeda dengan, katakanlah, gerakan masyarakat baru (the new social movement) yang menjadi trend pada akhir abad kedua puluh.

Oleh karena itu upaya mencari paradigma baru bagi gerakan rakyat dalam konteks indonesia setelah kurang lebih 70 tahun merdeka seharusnya menuntut suatu kajian komprehensif terhadap proses kesejarahan dan perubahan-perubahan struktural yang terjadi di dalam masyarakat. Utamanya, perubahan struktural yang terjadi akibat proses modernisasi serta penetrasi kapitalisme global yang telah, sedang dan akan menentukan proses pembentukan sosial masyarakat Indonesia. Kajian-kajian ini penting sebagai latar belakang untuk mencari dasar-dasar normatif bagi paradigma baru tersebut di samping menentukan pola-pola, strategi, dan bentuk kelembagaan yang akan dipakai atau dikembangkan.

Untuk maksud itu bahasan ini akan mencoba, pertama menenulusuri latar belakang historis gerakan rakyat di negeri ini, dimulai dengan gerakan-gerakan yang muncul pada akhir abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh. Kedua, mencari kaitan gerakan-gerakan rakyat di atas dengan perubahan struktural yang terjadi dalam masyarakat dan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh dialektika antara keduanya. Ketiga, mengupayakan suatu refleksi kritis atas hasil-hasil yang dicapai oleh gerakan rakyat selama ini sebelum pada akhirnya membuat prakiraan ke depan tentang kemungkinan pengupayaan suatu paradigma baru relevan dengan tantangan-tantangan yang akan dihadapi. 

Apa yang akan dipaparkan selanjutnya bertujuan untuk membuka diskusi dan perdebatan yang produktif mengenai permasalan gerakan rakyat di negeri ini. Dengan demikian, pencarian paradigma baru diharapkan akan merupakan hasil sintesis pemikiran-pemikiran yang muncul bukan suatu sajian yang sepihak belaka.

1.2 Tujuan Penulisan
1) Guna memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta PPKn
2) Guna mengetahui paradigma baru gerakan rakyat



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Gerakan Rakyat Prespektif Sejarah
Secara umum dapat dikemukanakan bahwa gerakan rakyat yang dimulai sekitar akhir abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh amat dilandasi oleh kegandrungan menemukan jati diri (the recovery of identity), manakala kesadaran akan posisi tertindas serta tersisih semakin lama semakin dirasakan oleh masyarakat. Pencarian jati diri ini menjadi dipermudah serta diperjelas ketika masyarakat berhadapan langsung dengan kekuatan asing berupa penjajah yang memiliki perbedaan-perbedaan ras, agama, dan bahasa yang ketara. Demikian pula penetrasi kapitalis awal ternyata telah merusak basis struktural masyarakat feodal pada waktu itu, namun pada saat yang sama tidak hendak menawarkan alternatif-alternatif baru bagi perkembangan mereka. Yang terjadi justru adalah sebaliknya yakni peningkatan antara penguasa-penguasa feodal pribumi dengan penjajah dan para pemilih modal asing serta marjinilasasi kultural yang semakin kentara.

Proses kolonialisasi serta penghancuran sistem dan dunia penghayatan (life world) tradisional yang diakibatkan oleh penetrasi asing mengharuskan adanya jawaban untuk mengatasinya. Ide-ide millenarian dan messianistik memiliki daya tarik serta akar yang kuat dalam masyarakat tradisional karena mereka menjanjikan kembalinya harmoni dan kejayaan masa lalu. Tak pelak lagi, mereka pun lantas menjadi paradigma utama yang melandasi gerakan perlawanan rakyat terhadap kekuatan asing. 

Meskipun demikian, sulit juga untuk dibantah bahwa gerakan-gerakan rakyat pada masa ini memiliki daya tarik dan fungsi transformatifnya sendiri terhadap masyarakat. Setidaknya apabila dibaca dari visi kesejarahan gerekan nasional, mereka telah dianggab meretas jalan bagi munculnya gerakan nasionalistik modern sehingga posisi merekapun dikenal sebagai gerakan proto-nasionalis. Begitu juga pada dataran normatif dan ideologi gerakan-gerakan rakyat pada masa ini telah menumbuhkan semacam kepercayaan diri (self confidence) bagi pengikutnya serta penemuan jati diri yang mampu memanfaatkan lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat sebagai alat melakukan perlawanan. Lembaga-lembaga keagamaan dan adat telah dipergunakan secara maksimum bagi peniptaan simbol-simbol dan alat mobilisasi massa yang cukup efektif. 

Proses penemuan identitas ini masih berjalan dan diperkuat ketika nasionalisme modern muncul sebagai landasan paradigma baru pada awal abad kedua puluh. Seiring proses pertumbuhan bangsa bangsa modern  pada abad kesembilan belas di Eropa mendorong ideologi nasionalisme hadir untuk menggantikan ideologi millenarian sebagai landasan gerakan rakyat yang lebih meluas. Gerakan rakyat pada abad kedua puluh pun mengalami pergeseran-pergeseran penting. Tokoh-tokoh keagamaan dan pemimpin kharismatik tidak lagi memonopoli hirarki kepemimpinan gerakan menyusul bermunculannya anggot baru dalam kelompok elit dari mereka yang berpendidikan modern. Strategi perlawananpun lebih bervariasi, dari yang radikal dan terbuka sampai pada yang diaglogis. Penggunaan lembaga tradisional masih dipertahankan namun mulai semakin digantikan dengan penggunaan lembaga modern. Yang lebih penting lagi adalah bahwa gerakan rakyat kemudian dimasukkan ke dalam wacana dan praksis politik yang lebih luas melalui pengorganisasian yang modern. 

Demikianlah munculnya gerakan nasionalis di awal abad kedua puluh dapat dilihat dari dua sisi, yaitu di satu pihak mereka adalah kelanjutan dari gerakan kolonial tetapi dipihak lain mereka telah mengalami perubahan paradigmatik sebagai landasannya. Gerakan massa yang dikembangkan Budi Utomo, Sarekat Islam, PNI, PKI dan sebagainya menawarkan wahana baru bagi penyaluran aspirasi rakyat melawan penindasan kolonial dan alternatif bagi masa depan dengan perubahan struktural pada tingkat nasional dan global.

Tawaran-tawaran paradigmatik di atas diwujudkan dengan pembentukan organisasi massa yang aktif dalam melakukan mobilisasi dan gerakan penyadaran. Hasilnya adalah sebuah gerakan rakyat yang terorganisasi secara modern dan dapat menopang sebuah perjuangan anti kolonial yang nantinya berhasil mencapai kemeredekaan serta kedaulatan sebagai prasryarat bagi pembentuk negara baru.

Dalam perkembangan selanjutnya setelah kemerdekaan Indonesia, etos seperti itu tetap menyatu dalam proses pembentukan negara Indonesia. Etos tersebut secara sistematik dan sadar diserap dalam serta direpresentasikan melalui organisasi publik. Karenanya paling kurang sampai akhir dasawarsa lima puluhan gerakan rakyat masih berkaitan erat dengan parpol-parpol. Hal ini tanpa menafikan kenyataan bahwa dengan semakin rumitnya organisasi modern dan proses pembentukan sosial maka corak spontan dan mandiri yang dahulu menjadi ciri khas gerakan rakyat kini semakin sulit dipertahankan sehingga kemandirian gerakan rakyat mulai bergeser dan tunduk atas kepentingan partai. 

Perubahan politik yang terjadi dibarengi pergantian masa orde baru yang visi tentang peran politik rakyat diawasi dan dibawah kendali negara kuat yang melakukan pengekangan pada sektor populer terutama arus bawah dalam masyarakat. Gerakan rakyat lantas saat itu mengalami pergeseran makna dari suatu bentuk aktivisme politik yang bernilai positif dan luhur menjadi negatif dan destruktif.

Dari sinilah bisa dengan mudah kita pahami mengapa respon yang dilakukan negara terhadap kasus yang berkaitan dengan upaya rakyat untuk membela kepentingan mereka lebih bersifat represif. Rakyat sering mendapati dirinya mengalami hambatan struktural ketika mereka menuntut hak konstitusi. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan besar yang sedang dilaksanakan negara sehingga rakyat cenderung merasa berada di luar proses tersebut dan bukan subjek yang berperan.

2.2 Gerakan Rakyat Masa Orde Baru
Dengan latar perubahan struktural di atas, maka gerakan rakyat pada masa orde baru merubah yang tadinya suatu gerakan terorganisasi rapi kini sulit untuk terwujud karena mereka tidak lagi memiliki kemampuan untuk menghadapi kekuatan aparat negara. Di sinilah pentingnya kehadiran kekuatan-kekuatan perantara semacam LSM, mahasiswa serta cendikiawan untuk menjadi agen yang mengartikulasikan kepentingan rakyat maupun sebagai bentuk baru gerakannya rakyat itu sendiri. Merekalah yang mampu melakukan proses pemberdayaan masyarakat seperti pelatihan, kerja sosial, pertukaran informasi dan lain lain guna menciptakan saluran-saluran baru bagi partisipasi mereka.

Dibalik keberhasilan di atas terdapat kekurangannya dimana apa yang dilakukan oleh LSM di negeri ini ternyata belum menyentuh akar permasalahan. Ini ada kaitannya dengan alsan paradigmatik selama ini yakni masih dominannya paradigma moderniasasi dan ideologi developmentalisme dalam kiprah LSM. Kesalahan tersebut atas terjadinya stagnasi dalam pemikiran dan praksis LSM sehingga proses pemberdayaan yang diharapkan pun tidak kunjung tercapai bahkan ironisnya LSM cenderung menjadi tangan kanan negara, bukan pemberi alternatif bagi model praktik yang dipakai negara sehinggal LSM gagal menjadi alat penyeimbang negara.

Keprihatinan yang sama juga dapat dilihat di kalangan aktivis mahasiswa. Masih kentalnya kecenderungan untuk melakukan gerakan berorientasi ke atas telah mengakibatkan para aktivis mudah terjebak oleh kooptasi masyarakat lewat berbagai ormas kepemudaan yang mencoba melakukan perubahan struktural lewat akis radikal. Akibat dari kegagalan paradigmatik ini maka gerakan pemberdayaan masyarakat mengalami kemunduran dan memunculkan konflik internal yang akan memperlemah mereka sendiri. Gerakan pro-demokrasi ini semakin memprihatinkan karena menurunnya sifat kesetiakawanan(solidarity) dan kepaduan (cohesiveness). Orientasi pada pemenuhan keinginan  dan kepentingan pribadi (self interest). 

2.3 Mencari Paradigma Baru Gerakan Rakyat
Berangkat dari kasus di atas pencarian paradigma baru merupakan keperluan mendesak. Saat ini, salah satu tawaran yang sering kita dengar adalah pencarian paradigma yang mampu mengembalikan posisi kelompok arus bawah dalam masyarakat yang kuat, mandiri dan berdaulat dalam kiprah kehidupan berbangsa. Apa yang dikenal sebagai pemberdayaan masyarakat melalui pembentukkan pengembangan civil society yang kokoh dan mandiri misalnya adalah produk dari paradigma alternatif itu. 

Yang kita inginkan tentunya pendalaman dan perluasan wacana politik sehingga pada akhirnya nanti berevolusi ke arah gerakan yang memiliki daya ubah bagi situasi serta kondisi yang ada. Untuk mencapai hal di atas diperlukan kemampuan melakukan pemahaman yang akurat tentang proses perubahan struktural yang terjadi.

Diperlukan peninjauan dan kritik terhadap konstruk-konstruk paradigmatik yang tidak relevan bagi upaya pemberdayaan civil society. Paradigma baru mengharuskan adanya topangan teoritik yang komprehensif agar mampu mencermati dan mengantisipasi proses perubahan struktural di masa depan yang menuntut kemampuan mengkaji perkembangan sistem kapitalis dunia serta implikasinya terhadap proses sosial, ekonomi dan politik nasional yang utamnya pembentukkan sosial seperti kelas dan kelompok masyarakat. 

Bila kita mampu menggabungkan kedua elemen tersebut yakni pengamatan terhadap gerak perubahan sosial dan kemampuan teoritis yang memadai maka upaya untuk merumuskan paradigma baru yang berorientasu oemberdayaan civil society akan lebih mudah dilaksanakan.


BAB III
PENUTUP

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan masyarakat. Peluang berorganisasi, pengalaman rakyat terlibat dalam pejuangan sejak tahun 90-an, kemiskinan yang semakin dalam sejak krisis, dan kegagalam demi kegagalan semua rezim yang berkuasa serta pasokan kesadaran dari organisasi-organisasi revolusioner menjadi faktor yang mendorong maju kesadaran rakyat. Jumlah rakyat yang sadar bahwa akar kemiskinan dan ketertindasanya adalah dominasi kelas pemilik modal secara ekonomi dan politik bertambah besar. Dengan kesadaran ini, tuntutan dalam setiap perlawanan dan mahasiswa menjadi lebih radikal, masuk ke wilayah perubahan mendasar struktur ekonomi dan politik. Tentu saja oleh ketergantungannya kepada pembiayaan funding dan sikap moderatnya terhadap struktur kekuasaan, LSM tidak disiapkan untuk menjawab atau memimpin tuntutan rakyat yang semakin maju.



DAFTAR PUSTAKA

Hikam, A. S. (1999). Politik Kewarganegaraan Landasan Redemokratisasi di Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Homat, G. (2008, October 31). LSM di Mata Gerakan Rakyat. Retrieved from http://hormat.net/articles/democracy/5-lsm-gerakan-rakyat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Pidato Bahasa Lampung tentang budaya lampung

Contoh Menganalisis Dan Mengidentifikasi Teks Penglaku Atau Kurir Bahasa Lampung

Makalah Perkembangan Kurikulum di Indonesia