Perkembangan dan Profil Civic Educatin di Asia-Afrika
Perkembangan Dan Profil Civic Educatin
di Asia-Afrika
A. Civics dan Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perkembangannya
Salah satu alasan sebuah negara menyiapakan sebuah program pendidikan adalah sebagai upaya membentuk warga negara yang sesuai dengan keinginan negara tersebut. Berbagai upaya program pendidikan diwujudkan dengan adanya materi pembelajaran yang yang memungkinkan tercapainya tujuan dari negara tesebut salah satunya adalah melalui pendidikan kewarganegaraan (civic education).
Pendidikan kewarganegaraan merupakan pendidikan yang berguna untuk pembentukan kepribadian seseorang. Karena pendidikan kewarganegaraan mempelajari tentang bagaimana seseorang menjadi warga negara yang benar dan baik, (Madonsa, 2010). Selain itu pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang mempersiapkan siswa menjadi calon warga negara yang memahami perannya sebagai warga negara, (Wahab & Sapriya, 2011:29).
Secara historis-epistemologi, Amerika Serikat (USA) dapat dicatat sebagai negara perintis kegiatan akademis dan kurikuler dalam pengembangan konsep dan paradigma citizenship education sebagai matapelajaran di sekolah yang berisikan materi mengenai pemerintahan, (Alen, 1960 dalam Budimansyah, 2010: 107). Dengan ahli lain bernama Cheresore mengartikan konsep pendidkan kewarganegaraan yang mempelajari hubungan antar individu dan antara individu dengan negara.
Pendapat ini di dukung oleh Wahab dan Sapriya (2011: 4) bahwa di Amerika Perkembangan pendidikan kewarganegaraan yang bermula pada pembelajaran civics,di Amerika pada mulanya didasarkan pada teori psikologi yang memang menjadi panutan saat itu yang menekankan bahwa dalam pembelajaran yang terpenting adalah “mind and body” yang artinya apabila ada kesalahan dalam pembelajaran bukan pada badan tapi pada pikiran.
Kemudian sampai pada tahun 1999 Cogan mempertegas konsep pendidikan kewarganegaraan (civic education) dengan ciri membentuk warga negara yang memiliki lima ciri utama yaitu jati diri, kebebasan untuk menikmati hak tertentu, pemenuhan kewajiban-kewajiban yang terkait, tingkat minat dan keterlibatan dalam urusan publik, dan pemilikan nilai-nilindasar kemasayarakatan, (Winataputra & Budimansyah, 2012:3).
Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa pendidikan kewarganegaraan tidak bisa dilihat dan diperlakukan sebagai matapelajaran di sekolah saja, tetapi lebih jauh seyogyanya menjadi kegiatan pendidikan yang bersifat komprehensif dalam isi maupun penanganannya.
Kemudian perkembangan pendidkan di kawasan Asia dan Afrika, ( menguraikan secara singkat berdasarkan yang termuat dalam Winataputra & Budimansyah, 2012:75-83) diuraikan yang pertama dari negara Jepang. Di Jepang pendidikan kewarganegaraan bermula setelah perang dunia kedua, dimana matapelajaran pendidikan kewarganegaraan mengalami tiga periode, yang pertama pendidikan kewarganegaraan sebagian besar diterapkan secara integratif ke dalam studi sosial. Studi sosial mengadopsi metode-metode pemecahan masalah seperti diskusi, dan mengajarkan kehidupan sosial dan masayarakat secara umum.
Kedua, pendidikan kewarganegaraan didasarkan pada prinsip intelektualisme yang berkembang dalam dimensi akademis yang sasarannya adalah pengetahuan dan pemahaman, keterampilan berpikir dan ketetetapan, keterampilan dan kemampuan, dan kemauan minat serta sikap warga negara. Ketiga, pendidikan kewarganegaraan ditekankan pada prinsip hubungan timbal balik. Sekolah menjadi tempat bagi siswa menemukan suatu masalah sendiri, belajar tentang permasalahan itu, memikirkannya, menilai dengan bebas, menggunakan metode yang tepat, memecahkan masalah secara tepat, kreatip dan memperdalam pemahamannya tentang hidup.
Sedangkan di Pakistan, pendidikan kewarganegaraan dapat dilihat dalam empat aspek yaitu negara bangsa yang militeristik, keadaan darurat perang dingin, ekstremisme agama, dan feodalisme, dengan demikian tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah penyiapan warga negra yang siap perang. Dari keempat aspek ini yang paling mewarnai kehidupan di Pakistan adalah konflik ideologis mengenai agama. Perdebatan visi teokrasi-demokrasi liberal. Hingga sampai pada pasca 11 september 2001 fokus utama usulan agenda reformasi adalah pendidikan kewarganegaraan.
Selanjutnya nergara Republik Rakyat Cina (selanjutnya di akan disebut Cina). Pendidikan kewarganegaraan di negara Cina tidak mempunyai sebutan khusus “ pendidikan kewarganegaraan” namun lebih dalam bentuk pendidikan moral. Pendidikan moral menjadi sesuatu yang esensial sebagai alat sosialisasi politik dalam mentransmisikan nilai-nilai ideologi dan politik tidak hanya kepada siswa tetapi juga kepada masyarakat luas. Dimana pada tahun 1949-1978 pendidikan moral berorientasi pada politik. Tugas utamanya adalah untuk menghancurkan ideologi-ideologi para feodalis, borjuis dan fasis serta menanamkan keutamaan-keutamaan nasional seperti mencintai tanah air, mencintai rakyat, mencintai buruh, mencintai ilmu dan mencintai kekayaan publik.
Pada tahun 1978-1993 pendidikan moral lebih kepada aspek sikap dan perilaku dimana dokumen outlite kewarganegaraan memiliki fokus utama yaitu sosialisme dan kolektivisme berdasarkan atas patriotisme, standar moral dan perilaku siswa, adopsi sebuah pendekatan motivasional untuk mengembangkan kepercayaan diri, kemandirian dan kekuatan siswa. Sejak 1993 modernisasi dan keterbukaan negara Cina terhadap ekonomi pasar (kapitalisme global) menjadikan kurikulum pendidikan moral perlu mengembangkan diri sebagai pembebasan kurikulum kewarganegaraan yang berfokus kepada pertumbuhan individu dari sosialisasi politik.
Di indonesia sendiri perkembangan pendidikan kewarganegaraan telah muncul dengan beberapa nama diantaranya pada masa orde lama (ORLA) yaitu kewarganegaraan (1957) yang membahas cara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan, civics (1962) yang membahas sejarah kebangkitan nasional dan Pendidikan kewargaan negara (1968), Soemantri (dalam Wahab & Sapriya, 2011:295). Sedangkan pada masa orde baru (ORBA) nama matapelajaran untuk pendidikan kewarganegaraan adalah kelompok pembinaan jiwa pancasila dengan nama pendidikan moral pancasila (PMP) dengan tujuan agar tiap-tiap warga negara Indonesia (WNI) berkewajiban mengamalkan pancasila dan UUD 1945 serta merealisasikan isi dan jiwa UUD 1945 dan ketetapan MPRS/MPR sebagai ketentuan pelaksanannya. Setelah itu disusun kurikulum 1994 yang membuat PMP berubah menjadi pendidikan pancasila dan kewarganegaraan (PPKn) hal ini berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional (Wahab & Sapriya, 2011: 296-297).
Konsep pendidikan kewarganegaraan di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan civics atau ilmu kewarganegaraan di Amerika Serikat sebagai negara asal pelajaran civics dan civic education. Tujuannya adalah membentuk warga negara yang mengetahui sejarah bangsanya dan berjiwa patriotisme.
Dengan demikian senantiasa diharapkan bahwa proses perubahan menuju kepada negara yang demokrasi ( proses demokraktisasi) serta kearah pendewasaan sebagai cara menunjukkan eksistensi sebagai sebuah negara yang berdaulat yang mengetahui sejarah bangsanya, negara yang punya jati diri masih harus terus melakukan pembenahan terhadap konsep pendidikan kewarganegaraan dalam kurikulum pendidikan di sekolah untuk masa-masa mendatang.
Mencermati hal tersebut di atas, penting bagi bangsa Indonesia untuk senantiasa tanggap dan memberikan inovasi dalam pendidikan kewarganegaraan sehingga warga negara yang diharapkan dapat terwujud. Warga negara yang cerdas dan baik (smart dan good citizen) serta menyadari akan hak dan kewajibannya sebagai seorang warga negara Indonesia. Hal ini menjadi tugas antara Pemerintah dan Tripusat pendidikan (keluarga, sekolah dan masyarakat).
B. Profil Pendidikan Kewarganegaraan di Afrika Selatan
Profil Pendidikan Kewarganegaraan di Afrika Selatan berkaitan dengan hal-halsebagai berikut;
1. Konteks kelahiran Pendidikan Kewarganegaraan di Afrika Selatan;
2. Landasan dikembangkan Pendidikan Kewarganegaraan di Afrika Selatan;
3. Kerangka sistemik Pendidikan Kewarganegaraan di Afrika Selatan;
4. Kurikulum dan bahan ajar pendidikan kewarganegaraan di Afrika Selatan; dan
5. Kultur kelas pendidikan kewarganegaraan di Afrika Selatan.
Di masa lalu pemerintahan Afrika Selatan bersifat sangat Rasis dengan sistem apartheid yang mendominasi arah politik negara di segala bidang. Sistem apartheid adalah suatu upaya dominasi kulit putih dalam percaturan politik negara, sehingga tidak memberikan kesempatan pada kaum kulit hitam dan berwarna untuk berperan. Masyarakat Afrika Selatan terpisah-pisah atas berbagai macam masyarakat Ras, yang juga terbagi atas kelas Gender, etnik, bahasa, masyarakat kota dan desa, sebagaimana masyarakat yang memiliki tanah atau yang tidak. Dalam hal pendidikan di Afrika Selatan, masa persekolahan adalah selama tiga belas tahun atau tingkat. Namun, tahun pertama pendidikan atau tingkat 0 dan tiga tahun terakhir yaitu dari tingkat 10 hingga tingkat 12 (juga dipanggil ”matric”) tidak diwajibkan.
Kebanyakan sekolah dasar menawarkan tingkat 0. Tetapi tingkat ini dapat juga dibuat di T, untuk memasuki universitas seseorang wajib lulus ”amtric” minimum tiga mata pelajaran tingkat tinggi dan bukan sekedar lulus (standar). Di bawah sistem apartheid, sistem pendidikannya berdasarkan warna kulit yaitu kementrian yang berbeda untuk pelajar kulit putih, berwarna, asia, dan kaum kulit nhitam di luar Bantustan. Pengasingan ini telah menghasilkan 14 kementrian pendidikan yang berbeda di negara tersebut.
Pemerintahan dan parlemen dengan disusunnya undang-undang persekolahan tahun 1996 yang baru, dan muali berlaku di awal tahun 1997 membawa demokrasi dalam reformasi pendidikan, menyiapkan tata administrasi persekolahan yang baru, danmemilih dewan sekolah yang baru. Kurikulum pun direformasi berdasarkan kurikulum 2005, anak-anak usia sekolah ditahun pertama diberikan banyak dasar-dasar mengenai kewarganegaraan dan demokras, sebagai contoh:
1. Kemampuan untuk merefleksikan keadilan, nilai demokrasi dan rasa hormat pada kemanusiaan.
2. Kemampuan untuk berpartisipasi sebagai warga negara baik lokal, propinsi, nasional dan dunia. Kurikulum 2005 memberikan tempat bahwa pendidikan kewarganegaraan sebagai hal yang sangat penting dalam pembentukan Afrika Selatan yang baru. Ide mengenai kewarganegaraan adalah jantung dari sistem politik yang demokratis yang terdiri atas hak dan kewajiban dalam hidup atas dasar hukum. Sistem politik dijalankan dengan mempertahankan nilai-nilai dasar dalam masyarakat.
Ada dua hal yang diperhatikan sebagai pijakan atas pendidikan kewarganegaraan di Afrika Selatan, yaitu :
1. Mempersiapkan warga negara untuk aktif dan baik khususnya dalam komunitas dan masyarakat secara umum.
2. Menanamkan nilai-nilai kehidupan yang mendahulukan kesatuan diatas perbedaan.
Hal yang menjadi obyek utama yang harus dipelajari oleh individu sendiri adalah satu masyarakat, bangsa, agama, atnik dan nilai-nilai yang menyatukan mereka dalam satu masyarakat yang satu. Ini berarti setiap individu harus dapat bertoleransi satu sama lain. Dalam rangka mencari landasan nilai dalam pendidikan ini Departemen Pendidikan Nasional membentuk suatu kelompok kerja yang bertugas menyusun landasan nilai pendidikan di Afrika Selatan.
Dalam laporannya kelompok kerja ini diberi nama Manifesto Nilai Pendidikan dan Demokrasi merekomendasikan kesetaraan, toleransi Multikulturalisme, keterbukaan, akuntabilitas, dan kehormatan untuk diajarkan di semua persekolahan. Manifesti Nilai Pendidikan dan Demokrasi ini juga menggarisbawahi pentingnya nilai-nilai konstitusi untuk diajarkan, yaitu : Demokrasi, Keadilan Sosial, Non Rasismedan kesetaraan Gender, Ubuntu (Martabat Manusia, Masyarakat yang terbuka, Akuntabilitas/Tanggung jawab, Saling menghormati, Rule of Law, dan Rekonsiliasi. Berkaitan dengan hal ini Kurikulum 2005 menggariskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan di Afrika Selatan hendaknya memiliki landasan nilai-nilai sebagai berikut :
a. Kesadaran akan jati diri bangsa,
b. Melek Politik,
c. Hak dan Kewajiban,
d. Nilai Sosial, dan
e. Kemampuan Intelektual.
Sistem persekolahan di Afrika Selatan terdiri atas dua macam bentuk, yaitu :
1. Pendidikan melalui persekolah Formal (Education), pendidikan yang pertama ini dilakukan melalui suatu lembaga persekolahan pada umumnya. Ada yang didirikan oleh negara dan ada juga oleh Swasta.
2. Pendidikan melalui Pelatihan (Training), pendidikan ini dilakukan melalui suatu lembaga bukan merupakan suatu lembaga persekolahan tapi melalui suatu kegiatan pelatihan yang dilakukan seperti pendidikan Kejar Paket A di Indonesia.
Kedua bentuk sistem persekolahan tersebut dijalankan dalam tiga tingkatan yakni:
a. Pendidikan dan Pelatihan Umum/Dasar (General Education and Training)
b. Pendidikan dan Pelatihan Lanjutan (Further Education and Training)
c. Pendidikan dan Pelatihan Tinggi (Higher Education and Training).
Dalam pengajaran pendidikan kewarganegaraan di persekolahan terdapat tiga fase pengajaran yaitu:
1. Fase Dasar, diajarkan selama tiga tahun yang memiliki tiga aktivitas kegiatan pembelajaran yaitu : Kemelekan; Kemampuan dan Keterampilam hidup
2. Fase Lanjutan, diajarkan selama tiga tahun yang berisikan materi pendidikan Kewargaan sebagai bagian dari seni dan kebudayaan, Orientasi hidup, dan Pendidikan Sosial.
3. Fase Senior untuk kelas tujuh sampai sembilan yang berisikan Orientasi hidup, kemanusiaan dan ilmu pengetahuan sosial sebagai bagian utama bagi pendidikan untuk demokrasi dan kewargaan. Dengan demikian Pendidikan Kewarganegaraan secara kerangka Sistemik diajarkan dalam tingkatan fase-fase dan hanya diberlakukan secara nasional pada tingkat pendidikan dasar saja selanjutnya ditentukan oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Daftar Pustaka
Camellia. (2014, Mei 10). Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan ( Civics). Retrieved Maret 22, 2017, from Penjelajahan " Aku": http://camelliaspd.blogspot.co.id/2014/05/sejarah-pendidikan-kewarganegaraan.html
Juanda. (2012, Mei 21). PERKEMBANGAN CIVIC EDUCATION DI AFRIKA SELATAN. Retrieved Maret 22, 2017, from Meuruno Teumuleh: http://meurunoteumuleh.blogspot.co.id/2012/05/perkembangan-civic-education-di-afrika.html
JSM Hub - A3 Casino - Temecula, CA | MJH
BalasHapusJSM Hub. 전라남도 출장샵 JSM 화성 출장마사지 Hub offers a unique Casino. The JSM hub 구미 출장마사지 offers a unique Casino. The JSM hub offers a unique Casino. 안양 출장안마 The 공주 출장샵 JSM hub offers a unique Casino.