Konstitusi yang Pernah Berlaku dan Mulainya Dinamika Konstitusi di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Konstitusi merupakan jaminan yang paling efektif dalam menjaga agar kekuasaan yang ada dalam Negara tidak salah gunakan dan hak asasi manusia/warga Negara tidak dilanggar,konstitusi sangat penting artinya bagi suatu Negara karena kedudukannya dalam mengatur dan membatasi kekuasan dalam suatu Negara. Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Hal itu menunjukkan bahwa wujud dari konstitusi dapat  berupa hukum dasar  tertulis dan tidak tertulis. 

Wujud konstitusi yang tertulis kemudian lazim disebut sebagai Undang-Undang Dasar (UUD). Sedangkan contoh dari wujud tidak tertulis adalah penerapan konstitusi dari Kerajaan Inggris(United Kingdom). Hingga hari ini, Kerajaan Inggris tidak pempunya UUD. Walaupun demikian, sama sekali tidak ada yang meragukan bahwa Inggris adalah negara konstitusional. Bahkan secara substantif, Inggris adalah pelopor pelaksanaan negara konstitusional.

Konstitusi atau Undang-Undang Dasar berisi ketentuan yang mengatur hal-hal yang mendasar dalam bernegara. Hal-hal yang mendasar itu misalnya tentang batas-batas kekuasaan penyelenggara pemerintahan negara, hak-hak dan kewajiban warga negara dan lain-lain. Menurut Sri Soemantri (1987), suatu konstitusi biasanya memuat atau mengatur hal-hal pokok sebagai berikut.
1.    Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga Negara
2.    Susunan ketatanegaraan suatu Negara
3.    Pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan

Konstitusi menjadi pegangan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Dengan kata lain, penyelenggaraan negara harus didasarkan pada konstitusi dan tidak bertentangan dengan konstitusi negara itu. Dengan adanya pembatasan kekuasaan yang diatur dalam konstitusi, maka pemerintah tidak boleh menggunakan kekuasaannya secara sewenang- wenang. Sebagai aturan dasar dalam negara, maka Undang - Undang Dasar mempunyai kedudukan tertinggi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Artinya semua jenis peraturan perundang-undangan di Indonesia kedudukannyadi bawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yakni UUD 1945. Peraturan perundang-undangan tersebut adalah Undang- Undang/Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Hal ini dapat lebih kalian dalami dalam pembahasan bab berikutnya.

Sejak tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang (tahun 2008), di negara Indonesia pernah menggunakan tiga macam UUD yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUD Sementara 1950. Dilihat dari periodesasi berlakunya ketiga UUD tersebut, dapat diuraikan menjadi lima periode yaitu:
a)    18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 berlaku UUD 1945,
b)   27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 berlaku Konstitusi RIS 1949,
c)    17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 berlaku UUD Sementara 1950,
d)   5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999 berlaku kembali UUD 1945
e)    19 Oktober 1999 – sekarang berlaku UUD 1945 (hasil perubahan).

1.2  Rumusan Masalah
1) Apa hakikat dari konstitusi?
2) Apa saja konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia?
3) Bagaimana mulainya dinamika konstitusi di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan
1) Menjelaskan hakikat konstitusi
2) Menjelaskan konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia 
3) Menjelaskan bagaimana mulainya dinamika konstitusi di Indonesia





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Konstitusi
Secara harfiah asal usul konstitusi yang berarti pembentukan , berasal dari kata bahasa Prancis Contituir yang berarti membentuk. Terjemahan konstitusi ( constitusion dalam bahasa Inggris) sesuai dengan Grondwet (bahasa Belanda) dan Grundgesetz (dalam bahasa Jerman). Istilah-ilstilah (grund atau grond yang berarti dasar dan wet atau gesetz yang berarti Undang-Undang) tersebut menunjuk pada naskah tertulis dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Undang-Undang Dasar.
Konstitusi merupakan aturan-aturan pokok mengenai sendi-sendi yang diperlukan untuk berdirinya suatu negara. Kata konstitusi mempunyai arti yang lebih luas dari pada UUD, karena UUD hanya mencakup konstitusi tertulis saja, sedangkan selain konstitusi tertulis juga terdapat konstitusi tidak tertulis. Dalam praktik ketatanegaraan Republik Indonesia, pengertian Konstitusi sama dengan praktik UUD, yakni terbukti dengan disebutnya istilah konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tahun 1949 bagi UUD RIS.

Konstitusi merupakan consensus (kesepakatan nasional) mengenai tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konstitusi pun sekaligus merupakan dokumen perekat dan pemersatu bangsa apalagi bagi bangsa yang majemuk dan heterogen. Konsensus nasional mengenai tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tersebut meliputi consensus mengenai nilai-nilai dasar atau paradigma yang melindasi tatanan hidup bernegara, baik paradigm pada tataran filosofis maupun paradigm pada tataran politis dan yuridis; consensus mengenai struktur organisasi kekuasaan dan mekanisme kerja lembaga-lembaga kekuasaan; consensus mengenai tujuan nasional sebagaimana termuat dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945; dasar-dasar konstitusional bagi garis kebijakan politik dalam dan luar negeri, yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang merupakan amanat dan pesan-pesan politik bagi aparat penyelenggara pemerintahan negara.

2.2 Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia
Sejak tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang (tahun 2006) di negara Indonesia pernah menggunakan tiga macam UUD yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949 dan UUD Sementara 1950. Dilihat dari periodesasi berlakunya ketiga UUD tersebut, dapat diuraikan menjadi lima periode yaitu: 

1. UUD 1945 periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
Pada saat Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, negara Republik Indonesia belum memiliki konstitusi atau UUD. Namun sehari kemudian,tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang pertama yang salah satu keputusannya adalah mengesahkan UUD yang kemudian disebut UUD 1945. Mengapa UUD 1945 tidak ditetapkan oleh MPR sebagaimana diatur dalam pasal 3 UUD 1945?. Sebab, pada saat itu MPR belum terbentuk. 

Naskah UUD yang disahkan oleh PPKI tersebut disertai penjelasannya dimuat dalam berita Republik Indonesia No.7 tahun II 1946. UUD 1945 tersebut terdiri atas tiga bagian yaitu Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan. Perlu dikemukakan bahwa Batang Tubuh terdiri atas 16 bab yang terbagi menjadi 37 pasal, serta 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan. 

Sebagai negara yang berbentuk republik, maka kepala negara dijabat oleh Presiden. Presiden diangkat melalui suatu pemilihan, bukan berdasar keturunan. Mengenai kedaulatan diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan “kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Atas dasar itu, maka kedudukan Majelis Permusywaratan Rakyat (MPR) adalah sebagai lembaga tertinggi negara.

Kedudukan lembaga-lembaga tinggi negara yang lain berada di bawah MPR. Mengenai sistem pemerintahan negara diatur dalam Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Pasal tersebut menunjukkan bahwa sistem pemerintahan menganut sistem presidensial. Dalam sistem ini, Presiden selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan. Menteri-menteri sebagai pelaksana tugas pemerintahan adalah pembantu Presiden yang bertanggung jawab kepada Presiden, bukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Lembaga tinggi negara menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) adalah:
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 
b. Presiden
c. Dewan Pertimbanagan Agung (DPA)
d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
f. Mahkamah Agung (MA)


2. Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949
Perjalanan negara baru Republik Indonesia tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan menjajah kembali Indonesia. Belanda berusaha memecah belah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negara-negara ”boneka” seperti Negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa Timur di dalam negara RepubIik Indonesia. Bahkan, Belanda kemudian melakukan agresi atau pendudukan terhadap ibu kota Jakarta, yang dikenal dengan Agresi Militer I pada tahun 1947 dan Agresi Militer II atas kota Yogyakarta pada tahun 1948. 
Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RepubIik Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan dengan menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda) tanggal 23 Agustus – 2 November 1949. Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RepubIik Indonesia, BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg, yaitu gabungan negara-negara boneka yang dibentuk Belanda), dan Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia. KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok, yaitu: 1.Didirikannya Negara Rebublik Indonesia Serikat; 2.Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat; dan 3.Didirikan uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda. Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik Indonesia Serikat. Rancangan UUD tersebut dibuat oleh delegasi RI dan delegasi BFO pada Konferensi Meja Bundar. Setelah kedua belah pihak menyetujui rancangan tersebut, maka mulai 27 Desember 1949 diberlakukan suatu UUD yang diberi nama Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi tersebut terdiri atas Mukadimah yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan 197 pasal, serta sebuah lampiran. 

Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yang berbunyi   “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah negara hukum yang demokratis dan berbentuk federasi”. Dengan berubah menjadi negara serikat (federasi), maka di dalam RIS terdapat beberapa negara bagian. Masing-masing memiliki kekuasaan pemerintahan di wilayah negara bagiannya. Negara-negara bagian itu adalah : negara Republik Indonesia, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa timur, Madura, Sumatera Timur, dan Sumatera Selatan. 

Selain itu terdapat pula satuan-satuan kenegaraan yang berdiri sendiri, yaitu : Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara,dan Kalimantan Timur. Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku tetapi hanya untuk negara bagian Republik Indonesia. Wilayah negara bagian itu meliputi Jawa dan Sumatera dengan ibu kota di Yogyakarta. Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem parlementer. Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat 1 dan 2 Konstitusi RIS. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa ”Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Artinya, Presiden tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tugas-tugas pemerintahan. Sebab, Presiden adalah kepala negara, tetapi bukan kepala pemerintahan. Kalau demikian, siapakah yang menjalankan dan yang bertanggung jawab atas tugas pemerintahan? Pada Pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. 

Dengan demikian, yang melaksanakan dan mempertanggungjawabkan tugas-tugas pemerintahan adalah menteri-menteri. Dalam sistem ini, kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri. Lalu, kepada siapakah pemerintah bertanggung jawab? Dalam sistem pemerintahan parlementer, pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen (DPR). Menurut Konstitusi RIS lembaga tinggi negara adalah:
a. Presiden 
b. Menteri-Menteri
c. Senat
d. Dewan Perwakilan Rakyat
e. Mahkamah Agung
f. Dewan Pengawas Keuangan


3. Periode Berlakunya UUDS 1950
Pada awal Mei 1950 terjadi penggabungan negara-negara bagian dalam negara RIS, sehingga hanya tinggal tiga negara bagian yaitu negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur. Perkembangan berikutnya adalah munculnya kesepakatan antara RIS yang mewakili Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur dengan Republik Indonesia untuk kembali ke bentuk negara kesatuan. Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam Piagam Persetujuan tanggal 19 Mei 1950. Untuk mengubah negara serikat menjadi negara kesatuan diperlukan suatu UUD Negara kesatuan.

UUD tersebut akan diperoleh dengan cara memasukan isi UUD 1945 ditambah bagian-bagian yang baik dari Konstitusi RIS.Pada tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang-Undang Federal No.7 tahun 1950 tentang Undang-Undang Dasar Sementara(UUDS) 1950, yang berlaku sejak tanggal 17 Agustus 1950. Dengan demikian, sejak tanggal tersebut Konstitusi RIS 1949 diganti denganUUDS 1950,dan terbentuklah kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Undang-Undang Dasar Sementara 1950 terdiri atas Mukadimahdan Batang Tubuh, yang meliputi 6 bab dan 146 pasal. Mengenai dianutnya bentuk negara kesatuan dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1)UUDS 1950 yang berbunyi “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”.Sistem pemerintahan yang dianut pada masa berlakunya UUDS1950 adalah sistem pemerintahan parlementer. Dalam pasal 83 ayat (1)UUDS 1950 ditegaskan bahwa ”Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Kemudian pada ayat (2) disebutkan bahwa” Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Hal ini berarti yang bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan adalah menteri-menteri. Menteri-menteri tersebut bertanggung jawab kepada parlemen atau DPR. Perlu kalian keahui bahwa lembaga-lembaga negara menurut UUDS 1950 adalah: 
a. Presiden dan Wakil Presiden
b. Menteri-Menteri
c. Dewan Perwakilan Rakyat 
d. Mahkamah Agung 
e. Dewan Pengawas Keuangan

Sesuai dengan namanya, UUDS 1950 bersifat sementara. Sifat kesementaraan ini nampak dalam rumusan pasal 134 yang menyatakan bahwa ”Konstituante (Lembaga Pembuat UUD) bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan UUDS ini”. Anggota Konstituante dipilih melalui pemilihan umum bulan Desember 1955 dan diresmikan tanggal 10 November 1956 di Bandung. Sekalipun konstituante telah bekerja kurang lebih selama dua setengah tahun, namun lembaga ini masih belum berhasil menyelesaikan sebuah UUD. Faktor penyebab ketidakberhasilan tersebut adalah adanya pertentangan pendapat di antara partai-partai politik di badan konstituante dan juga di DPR serta di badan-badan pemerintahan.Pada pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat yang berisi anjuran untuk kembali ke UUD1945. 

Pada dasarnya, saran untuk kembali kepada UUD 1945 tersebutdapat diterima oleh para anggota Konstituante tetapi dengan pandangan yang berbeda-beda.Oleh karena tidak memperoleh kata sepakat, maka diadakan pemungutan suara. Sekalipun sudah diadakan tiga kali pemungutan suara, ternyata jumlah suara yang mendukung anjuran Presiden tersebut belum memenuhi persyaratan yaitu 2/3 suara dari jumlah anggota yang hadir. Atas dasar hal tersebut, demi untuk menyelamatkan bangsa dan negara, pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang isinya adalah:
1) Menetapkan pembubaran Konsituante
2) Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak  berlakunya lagi UUDS 1950
3) Pembentukan MPRS dan DPAS, dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku kembali sebagai landasan konstitusional dalam menyelenggarakan pemerintahan Republik Indonesia.


4. UUD 1945 Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999
Praktik penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD 1945 sejak 5 Juli 1959-19 Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran bahkan terjadinya beberapa penyimpangan. Oleh karena itu, pelaksanaan UUD 1945 selama kurun waktu tersebut dapat dipilah menjadi dua periode yaitu periode Orde Lama (1959-1966), dan periode Orde Baru (1966-1999). Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presidendan juga MPRS yang justru bertentangan dengan Pancasila dan UUD1945. Artinya, pelaksanaan UUD 1945 pada masa itu belumdilaksanakan sebagaimana mestinya. 

Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang Presiden dan lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden. Selain itu muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk. Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan negara.Mengingat keadaan semakin membahayakan, Ir.Soekarno selakuPresiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanan,ketertiban, dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintah. 

Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru. Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Apakah tekad tersebut menjadi suatu kenyataan? Ternyata tidak. Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum, dan keadilan sosial ternyata masih terdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir sama dengan pada masa Orde Lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya kontrol DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden/pemerintah. 

Selain itu, kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat dan Luwes (fleksibel), sehingga memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan.Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak memperoleh tanggapan, bahkan pemerintahan Orde Baru bertekad untuk mempertahankan dan tidak merubah UUD 1945.


5. UUD 1945 Periode 19 Oktober 1999 – Sekarang
Seiring dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya Presiden Soeharto sebagai penguasa Orde Baru, maka sejak tahun 1999 dilakukan perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Sampai saat ini, UUD 1945 sudah mengalami empat tahap perubahan,yaitu pada tahun 1999, 2000,2001, dan 2002. Penyebutan UUD setelah perubahan menjadi lebih lengkap,yaitu: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Melalui empat tahap perubahan tersebut, UUD 1945 telah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan itu menyangkut kelembagaan negara, pemilihan umum, pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden, memperkuat kedudukan DPR, pemerintahan daerah,dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasimanusia. 

Pertanyaan kita sekarang, apakah UUD 1945 yang telah diubah tersebut telah dijalankan sebagaimana mestinya? Tentu saja masih harus ditunggu perkembangannya, karena masa berlakunya belumlama dan masih masa transisi. Setidaknya, setelah perubahan UUD1945, ada beberapa praktik ketatanegaraan yang melibatkan rakyatsecara langsung. Misalnya dalam hal pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan pemilihan Kepala Daerah (Gubernur danBupati/Walikota). Hal-hal tersebut tentu lebih mempertegas prinsip kedaulatan rakyat yang dianut negara kita. Perlu kalian ketahui bahwa setelah melalui serangkaian perubahan (amandemen), terdapat lembaga-lembaga negara baru yang dibentuk. Sebaliknya terdapat lembaga negara yang dihapus, yaitu Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 sesudah amandemen adalah:
a. Presiden
b. Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Dewan Perwakilan Rakyat
d. Dewan Perwakilan Daerah
e. Badan Pemeriksa Keuangan
f. Mahkamah Agung
g. Mahkamah Konstitusi
h. Komisi Yudisial 

2.3 Dinamika Konstitusi Di Indonesia
Konstitusi Indonesia telah mengalami beberapa perubahan dalam perkembangannya. Perubahan konstitusi ini dilakukan pasti bukan tanpa sebab yang tidak jelas, karna itu dalam pembahasan tentang alasan mengapa konstitusi di Indonesia beberapa kali mengalami perubahan. Sepanjang sejarah, Indonesia tercatat mengalami 4 kali perubahan konstitusi dalam kurun waktu yang cukup singkat.

Periode pertama yaitu UUD 1945 yang berlaku  selama 4 tahun mulai 18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949 namun ditahun terakhir konstitusi berubah dan ditetapkan menjadi UUD RIS yang berjalan sampai 17 Agustus 1950. Perubahan yang terbilang cukup singkat ini dilatarbelakangi oleh agresi militer Belanda yang mengharuskan mengubah bentuk negara dari Presidensil menjadi pemerintahan Parlementer, akibatnya Indonesia harus mengubah konstitusi negara. Konstitusi negara Indonesia berubah menjadi parlementer yang menjadikan Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara bukan Kepala Pemerintahan.

Kabinet RIS yang merasa tidak puas dengan persetujuan diatas karena tidak sesuai dengan cita-cita bangsa membuat Abdul Halim dari Negara Bagian RI pejuang anti KMB dan RIS dari Yogyakarta mencoba mengembalikan cita-cita utama. Perjuangannya berhasil, terbukti dengan bergabungnya negara-negara serikat yang membuat perjanjian untuk bersatu sehingga terbentuklah negara kesatuan. Keberhasilan ini yang akan memicu perubahan konstitusi menjadi UUDS 1950.

UUD RIS merupakan paksaan dari Belanda dan bersifat sementara maka Soekarno dan para Tokoh Bangsa berkumpul untuk merumuskan kembali UUD yang terbaik. Proses peralihan ini mengharuskan mengganti terlebih dahulu UUD RIS dengan UUDS 1950 yang bersifat sementara dan mengatur tentang pembubaran RIS menjadi RI. UUDS ini berlaku mulai 17 Agustus 1950  dan berakhir pada 5 Juli 1959.

Berakhirnya UUDS ini karena memulai sebuah perdebatan, dan dalam kurun waktu 2,5 tahun konstitusi ini tidak dapat  merumuskan UUD yang sempurna. Akhirnya Sokarno memberikan amanatnya pada rapat pleno konstituante berisi anjuran penetapan UUD 1945, amanat tersebut dituangkan dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang diumumkan kepada khalayak umum dan kembalinya UUD 1945 sebagai Konstitusi Indonesia. Semenjak berlakunya kembali UUD 1945, konstitusi Indonesia belum pernah dirubah kembali.








BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1. Konstitusi dalam arti sempit, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang Dasar.
2. Konstitusi dalan arti luas, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang Dasar dan hukum dasar yang tidak tertulis / Konvensi
3. Dalam praktiknya, konstitusi dustur terbagi menjadi dua bagian yaitu tertulis (undang-undang) dasar dan yang tidak tertulis, atau dikenal juga dengan konvensi.
4. Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga Negara.
5. Konstitusi sebagaimana disebutkan merupakan aturan-aturan dasar yang dibentuk dalam mengatur hubungan antar Negara dan warga Negara.

3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dapat kita sampaikan saran sebagai berikut:
1. Sudah seharusnya masyarakat Indonesia menyikapi konstitusi yang ada di negeri ini dengan bersikap terbuka dan  ikut serta dalam konstitusi yang ada.
2. Pemerintah dalam merancang dan menyusun konstitusi harus ditujukan untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
3. Rakyat dan pemerintah harus bekerja sama dalam menjalani dan mentaati konstitusi yang telah berjalan.






DAFTAR PUSTAKA

AnKes, M. (2017, Januari 5). Dinamika Konstitusi di Indonesia. Retrieved Maret 25, 2017, from Analis Kesehatan: https://ankes3mk.blogspot.co.id/2017/01/dinamika-konstitusi-di-indonesia.html

Irvan, A. (n.d.). Konstitusi Yang Pernah Berlaku di Indonesia. Retrieved Maret 25, 2017, from https://www.scribd.com/doc/26644715/Konstitusi-Yang-Pernah-Berlaku-di-Indonesia

Makmur, T. S. (n.d.). Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMP kelas VIII semester 1 . Lampung: CV. Subur Makmur.

Mochlisin. (2007). Kewarganegaraan Untuk SMP. Jakarta: Penerbit InterPlus.

Penyusun, T. (2016). Teori Hukum dan Konstitusi. Lampung: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Pidato Bahasa Lampung tentang budaya lampung

Makalah Perkembangan Kurikulum di Indonesia

Contoh Menganalisis Dan Mengidentifikasi Teks Penglaku Atau Kurir Bahasa Lampung