Contoh Bibliografi tentang Filsafat Moral beserta komentar
Hallo hi~! kali ini kita bakal kasih contoh bibliografi yang bertemakan filsafat moral, sebelum itu kalian tau gak sih apa itu bibliografi? menurut Perpustakaan Nasional RI Bibliografi berasal dari Bahasa Yunani "biblio" (buku) dan "grafi" (menulis), jadi bibliografi dapat diartikan sebagai suatu daftar buku atau artikel majalah untuk subjek tertentu dan fungsinya mendaftar semua buku yang diterbitkan di wilayah geografi Negara tertentu dan ditulis dalam bahasa tertentu. Bibliografi dapat digolongkan ke dalam dua jenis yaitu bibilografi umum dan bibliografi khusus. Nah untuk lebih jelasnya kalian dapat baca contoh berikut ini.
1. Absolutisme
Absolutisme memandang nilai-nilai kehidupan itu tidak berubah, tidak relatif, melainkan mutlak dan tidak berubah sungguhpun keadaan, budaya dan lainnya mengalami perubahan, (Zuhri, 2015:240).
Zuhri, Saifudin (2015). Studi
tentang dalalah makna: absolutisme dan relatifisme ayat-ayat hukum dalam
Al-qur’an. Jurnal
at-Taqaddum. 7(2):
204.
Komentar:
Pandangan etika bahwa tindakan tertentu adalah benar atau salah secara mutlak, terlepas dari konteks lain seperti konsekuensi atau maksud di balik mereka.
Pandangan etika bahwa tindakan tertentu adalah benar atau salah secara mutlak, terlepas dari konteks lain seperti konsekuensi atau maksud di balik mereka.
2. Adil
Sudjana (2018:136) berpendapat bahwa adil dimaksudkan dalam lingkup kehidupan bersama dalam pemenuhan hak dan kewajiban baik dalam bidang hukum maupun moral.
Sudjana (2018:136) berpendapat bahwa adil dimaksudkan dalam lingkup kehidupan bersama dalam pemenuhan hak dan kewajiban baik dalam bidang hukum maupun moral.
Sudjana (2018). Hakikat
adil dan makmur sebagai landasan hidup dalam mewujudkan ketahanan untuk
mencapai masyarakat sejahtera melalui pembangunan nasional berdasarkan
Pancasila. Jurnal
Ketahanan Nasional. 24(2):
136.
Komentar:
Suatu sikap yang tidak memihak atau sama rata, tidak ada yang lebih dan tidak ada yang kurang, tidak ada pilih kasih dan masih banyak lagi persepsi yang lainnya
Suatu sikap yang tidak memihak atau sama rata, tidak ada yang lebih dan tidak ada yang kurang, tidak ada pilih kasih dan masih banyak lagi persepsi yang lainnya
3. Akal
Akal dalam pandangan Hamka dapat diartikan pula dengan kedudukan manusia yang memiliki jiwa rasional yang hanya dimiliki bangsa manusia saja, (Jambak, 2017:268).
Akal dalam pandangan Hamka dapat diartikan pula dengan kedudukan manusia yang memiliki jiwa rasional yang hanya dimiliki bangsa manusia saja, (Jambak, 2017:268).
Jambak, Fabian (2017). Filsafat
sejarah hamka: refleksi Islam dalam perjalanan sejarah. Jurnal
Theologia. 28(2):
268.
Komentar:
Akal membimbing manusia untuk bertindak secara arif dan bijaksana, atau lebih tepatnya menempatkan proporsionalitas dalam setiap keputusan yang diambil dalam menentukan baik buruknya suatu keadaan dan tindakan.
Akal membimbing manusia untuk bertindak secara arif dan bijaksana, atau lebih tepatnya menempatkan proporsionalitas dalam setiap keputusan yang diambil dalam menentukan baik buruknya suatu keadaan dan tindakan.
4. Epistemologi
Ahmad (2015:13) berpendapat bahwa epistemologi adalah bidang filsafat yang berupaya memastikan hakikat dan batasan pengetahuan manusia.
Ahmad (2015:13) berpendapat bahwa epistemologi adalah bidang filsafat yang berupaya memastikan hakikat dan batasan pengetahuan manusia.
Ahmad, Nur (2015). Pengantar
Filsafat Umum. Medan: Perdana
Publishing.
Komentar:
Cabang ilmu filsafat yang mempelajari tentang hakikat dari pengetahuan, justifikasi, dan rasionalitas keyakinan.
Cabang ilmu filsafat yang mempelajari tentang hakikat dari pengetahuan, justifikasi, dan rasionalitas keyakinan.
5. Esensi
Esensi adalah yang menjadikan benda itu
seperti apa adanya, atau suatu yang dimiliki secara umum oleh bermacam-macam
benda, (Yunus, Firdaus 2011:270).
Yunus, Firdaus (2011). Kebebasan
dalam filsafat eksistensialisme Jean Paul Sartre. Jurnal Al-Ulum.
11(2): 270.
Komentar:
Berupa kenyataan ataupun hakikat yang dimiliki dari suatu benda itu sendiri.
Berupa kenyataan ataupun hakikat yang dimiliki dari suatu benda itu sendiri.
6. Etika
Etika membahas persoalan yang menyangkut norma-norma baik atau buruk seperti misalnya tindakan apakah yang boleh dinamakan baik atau buruk, manusia apakah yang boleh dinamakan baik atau buruk, apakah yang dinamakan adil atau tidak adil, (Budiardjo, 2009:27)
Etika membahas persoalan yang menyangkut norma-norma baik atau buruk seperti misalnya tindakan apakah yang boleh dinamakan baik atau buruk, manusia apakah yang boleh dinamakan baik atau buruk, apakah yang dinamakan adil atau tidak adil, (Budiardjo, 2009:27)
Budiardjo, Miriam (2009). Dasar-Dasar Ilmu Politik: Edisi Revisi. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Komentar:
Sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.
Sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.
7. Etis
Etis yaitu terbentuknya keterkaitan struktur kejiwaan individu dan tata pergaulan dengan nilai-nilai kesusilaan agar dapat dicapai ketentraman dan ketenangan, dan religius yaitu manusia berhadapan dan berhubungan dengan penciptanya yaitu Tuhan seru sekalian alam, (Sagala, 2010:7)
Etis yaitu terbentuknya keterkaitan struktur kejiwaan individu dan tata pergaulan dengan nilai-nilai kesusilaan agar dapat dicapai ketentraman dan ketenangan, dan religius yaitu manusia berhadapan dan berhubungan dengan penciptanya yaitu Tuhan seru sekalian alam, (Sagala, 2010:7)
Sagala, Syaiful (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran.
Bandung: CV Alfabeta.
Komentar:
Sesuatu hal yang berkaitan dengan atau berurusan dengan moral atau prinsip-prinsip moralitas serta berkaitan dengan benar dan salah dalam melakukan sesuatu.
Sesuatu hal yang berkaitan dengan atau berurusan dengan moral atau prinsip-prinsip moralitas serta berkaitan dengan benar dan salah dalam melakukan sesuatu.
8. Gaya
Ingan (2015:4) mengatakan bahwa gaya merupakan wahana ekspresi dalam kelompok yang mencampurkan nilai-nilai tertentu dari agama, sosial, dan kehidupan moral melalui bentuk–bentuk yang mencerminkan perasaan.
Ingan (2015:4) mengatakan bahwa gaya merupakan wahana ekspresi dalam kelompok yang mencampurkan nilai-nilai tertentu dari agama, sosial, dan kehidupan moral melalui bentuk–bentuk yang mencerminkan perasaan.
Ingan, Debby. 2015. Kajian
gaya hidup masyarakat
di Kelurahan Bahu Kecamatan Malalayang Kota Manado. Acta
Diurna. 4(4): 4
Komentar:
Cara bagaimana pengungkapan sebuah ekspresi.
Cara bagaimana pengungkapan sebuah ekspresi.
9. Hedonisme
Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggab bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup, (Nurmalisa, 2017:81).
Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggab bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup, (Nurmalisa, 2017:81).
Nurmalisa, Yunisca. Pendidikan Generasi Muda. Yogyakarta: Media Akademi.
Komentar:
Merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.
Merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.
10. Intuisi
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu, (Suriasumantri, 2009:53)
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu, (Suriasumantri, 2009:53)
Suriasumantri, Jujun S (2009). Filsafat Ilmu: Sebuah pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Komentar: Suatu masalah tiba-tiba saja ditemukan
jawabannya tanpa melalui suatu proses berpikir yang kritis.
11. Karakter
Walgito (2010:49) berpendapat bahwa karakter yaitu merupakan keseluruhan dari sifat seseorang yang nampak dalam perbuatannya sehari-hari, sebagai hasil pembawaan dan lingkungan.
Walgito (2010:49) berpendapat bahwa karakter yaitu merupakan keseluruhan dari sifat seseorang yang nampak dalam perbuatannya sehari-hari, sebagai hasil pembawaan dan lingkungan.
Walgito, Bimo (2010). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Komentar:
Nilai-nilai yang khas, baik watak, akhlak atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan yang diyakini dan dipergunakan sebagai cara pandang, berpikir, bersikap, berucap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai-nilai yang khas, baik watak, akhlak atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan yang diyakini dan dipergunakan sebagai cara pandang, berpikir, bersikap, berucap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
12. Loyalitas
Loyalitas mengacu kepada segala bentuk kebaikan yang dilakukan individu didasarkan pada tugas, kewajiban dan tanggung jawab yang melekat padanya, (Anatassia, Dede, dkk, 2015:342).
Loyalitas mengacu kepada segala bentuk kebaikan yang dilakukan individu didasarkan pada tugas, kewajiban dan tanggung jawab yang melekat padanya, (Anatassia, Dede, dkk, 2015:342).
Anatassia, Dede, dkk. (2015).
Nilai-nilai kebajikan:
kebaikan hati, loyalitas, dan kesalehan dalam konteks budaya Melayu. Jurnal Psikologi Ulayat. 2(1): 342
Komentar:
Sehingga timbullah sebuah kepatuhan sebagai bentuk perwujudan kebajikan.
Sehingga timbullah sebuah kepatuhan sebagai bentuk perwujudan kebajikan.
13. Manusia
Purnama, Fahmi (2018:274-275) menegaskan bahwa manusia
adalah batas, sebuah bingkai eksistensial, sehingga perbincangan moralitas
senantiasa berada dalam batas-batas manusiawi yang senantiasa berproses di
kancah kebudayaan aktualnya.
Purnama, Fahmi (2018). Mengurai
polemik abadi absolutisme dan relativisme etika. Living
Islam. 1(2): 274-275
Komentar:
Karena batas inilah, perbedaan nilai yang diacu manusia dalam menentukan yang baik dan buruk, yang benar dan salah, tidak pernah menemukan satu basis fondasional yang seragam dalam etika.
14. Moral
Sutika (2017:3) mengatakan bahwa moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan dan prilaku manusia yang memiliki nilai- nilai baik dan buruk dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
Karena batas inilah, perbedaan nilai yang diacu manusia dalam menentukan yang baik dan buruk, yang benar dan salah, tidak pernah menemukan satu basis fondasional yang seragam dalam etika.
14. Moral
Sutika (2017:3) mengatakan bahwa moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan dan prilaku manusia yang memiliki nilai- nilai baik dan buruk dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
Sutika, I. (2017). Implementasi
pendidikan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai moral anak (studi di taman
penitipan anak Werdhi Kumara I Panjer Kecamatan Denpasar Selatan). Jurnal
Kajian Pendidikan Widya Accarya FKIP Universitas Dwijendra.
Komentar:
Sebuah kondisi dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang terdapat nilai baik dan buruk
Sebuah kondisi dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang terdapat nilai baik dan buruk
15. Realisme
Realisme memandang tentang
dunia adalah sebagai suatu obyek yang nyata, (Budiwibowo, 2012:13).
Budiwibowo, Satrijo (2012). Kajian
filsafat ilmu dan filsafat pendidikan tentang relativisme kultural dalam
perspektif filsafat moral. Jurnal Pendidikan Dasar dan Pembelajaran. 2(1):13
Komentar:
Kenyataan tidak sepenuhnya bergantung dari jiwa yang mengetahui, tetapi merupakan hasil pertemuan dengan obyeknya. Orang dapat memiliki pengetahuan yang dianggap kurang tepat mengenai sesuatu hal tapi sebaliknya dapat memiliki gambaran yang tepat apa yang nampak.
Kenyataan tidak sepenuhnya bergantung dari jiwa yang mengetahui, tetapi merupakan hasil pertemuan dengan obyeknya. Orang dapat memiliki pengetahuan yang dianggap kurang tepat mengenai sesuatu hal tapi sebaliknya dapat memiliki gambaran yang tepat apa yang nampak.
16. Relativisme
Relativisme
adalah filsafat yang tidak mengakui nilai absolut atau kebenaran,
(Angelinawati, 2017:33).
Angelinawati, L (2017). Philosophical
linguistic relativity: sebuah kajian tentang pokok pikiran filsafat relativisme
bahasa. Jurnal Dinamika Pendidikan. 10(3): 334
Komentar:
Relativisme merupakan filsafat yang menganggp ilmu pengetahuan, kebenaran dan moralitas dalam kaitannya dengan budaya, masyarakat maupun konteks sejarah, tidak bersifat mutlak.
Relativisme merupakan filsafat yang menganggp ilmu pengetahuan, kebenaran dan moralitas dalam kaitannya dengan budaya, masyarakat maupun konteks sejarah, tidak bersifat mutlak.
17. Science
Hamalik (2013:56) menjelaskan bahwa science adalah suatu body of knowledge yang telah diuji, yang dapat diekspresikan dalam bentuk perangkat prinsip-prinsip umum.
Hamalik (2013:56) menjelaskan bahwa science adalah suatu body of knowledge yang telah diuji, yang dapat diekspresikan dalam bentuk perangkat prinsip-prinsip umum.
Hamalik, Oemar (2013). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Komentar:
Tanpa pengetahuan manusia tidak akan berilmu
Tanpa pengetahuan manusia tidak akan berilmu
18. Sikap
Trianto (2011:129) beranggapan bahwa sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda-benda, kejadian-kejadian atau makhluk hidup lainnya.
Trianto (2011:129) beranggapan bahwa sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda-benda, kejadian-kejadian atau makhluk hidup lainnya.
Trianto (2011). Model-Model
Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Komentar:
Apa yang ditunjukkan dari perilaku seseorang terhadap kondisi sekitarnya.
Apa yang ditunjukkan dari perilaku seseorang terhadap kondisi sekitarnya.
19. Sirkularisme
Kadir (2012:203) menegaskan bahwa sirkularisme yakni sebuah ideologi yang memberikan perhatian yang sangat besar terhadap hubungan antar manusia dengan alam, manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan dan manusia dengan dirinya sendiri, sebagai sebuah hubungan yang saling terkait.
Kadir, Abdul (2012). Dasar-Dasar Pendidikan, Jakarta: Prenadamedia Group.
Komentar:
Dalam setiap interaksi antar manusia dengan manusia, manusia dengan sang pencipta ataupun manusia dengan dirinya sendiri
Dalam setiap interaksi antar manusia dengan manusia, manusia dengan sang pencipta ataupun manusia dengan dirinya sendiri
20. Utilitarisme
Merupakan sistem etika yang menekankan bahwa perbuatan manusia yang baik itu adalah perbuatan yang ada manfaatnya (utility) baik bagi diri sendiri maupun bagi sebanyak-banyaknya orang, (Purwosaputro, 2009:114).
Merupakan sistem etika yang menekankan bahwa perbuatan manusia yang baik itu adalah perbuatan yang ada manfaatnya (utility) baik bagi diri sendiri maupun bagi sebanyak-banyaknya orang, (Purwosaputro, 2009:114).
Purwosaputro, Supriyono (2009). Sudut pandang
etika-moral filsafat ornasisme (filsafat proses). Majalah Ilmiah Lontar. 23(3):114.
Komentar:
Berbuat yang baik akan berdampak baik pula pada lingkungan sekitar.
Berbuat yang baik akan berdampak baik pula pada lingkungan sekitar.
Komentar
Posting Komentar